1. Pengertian APBN
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat. APBN ini merupakan rencana kerja pemerintahan Negara
dalam rangka meningkatkan hasil-hasil pembangunan secara
berkesinambungan serta melaksanakan desentralisasi fiskal.
Periode
APBN di Indonesia pada masa Orde Baru berawal dari 1 April sampai
dengan 31 Maret tahun berikutnya. Pada pemerintahan saat ini, tahun
anggaran meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai
dengan tanggal 31 Desember.
Contoh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2004 dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2005
Dari
data APBN tahun 2004 dan RAPBN 2005 di atas menunjukkan dari tahun ke
tahun mengalami kenaikan, baik kuantitatif maupun secara kualitatif.
Kenaikan itu sebabkan oleh meningkatnya kegiatan ekonomi yang
menyebabkan kenaikan anggaran penerimaan dan pengeluaran.
2. Tujuan APBN
Tujuan
APBN adalah sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran negara dalam
melaksanakan kegiatan kenegaraan untuk meningkatkan produksi dan
kesempatan kerja, dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
kemakmuran bagi masyarakat.
3. Fungsi APBN
Anggaran
adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai
instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan
pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan
dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Dengan demikian APBN
melaksanakan beberapa fungsi antara lain :
- Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
- Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
- Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
- Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
- Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
- Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
4. Prinsip Penyusunan APBN
a. Prinsip Penyusunan APBN Berdasarkan Aspek Pendapatan
- Intensifikasi penerimaan anggaran dalam hal jumlah dan kecepatan penyetoran.
- Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara, misalnya sewa atas penggunaan barang-barang milik negara.
- Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dari denda yang telah dijanjikan.
b. Prinsip Penyusunan APBN Berdasarkan Aspek Pengeluaran Negara
- Hemat, tidak mewah, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang disyaratkan.
- Terarah, terkendali sesuai dengan rencana, program/kegiatan.
- Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan/potensi nasional.
5. Azas Penqusunan APBN
Penyusunan program pembangunan tahunan dituangkan dalam APBN dengan berazaskan:
- Kemandirian, artinya sumber penerimaan dalam negeri semakin ditingkatkan.
- Penghematan atau peningkatan efisiensi dan produktivitas.
- Penajaman prioritas pembangunan.
6. Landasan Hukum APBN
- UUD 1945 pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
7. Cara Penyusunan APBN
Anggaran
negara pada suatu tahun secara sederhana bisa dibaratkan dengan
anggaran rumah tangga ataupun anggaran perusahaan yang memiliki dua
sisi, yaitu sisi penerimaan dan sisi pengeluaran.
Dalam
menyusun anggaran, penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (RAPBN) dihadapkan dengan berbagai ketidak pastian. Setidaknya
terdapat enam sumber ketidakpastian yang berpengaruh besar dalam
penentuan volume APBN yakni (i) harga minyak bumi di pasar
internasional; (ii) kuota produksi minyak mentah yang ditentukan OPEC;
(iii) pertumbuhan ekonomi; (iv) inflasi; (v) suku bunga; dan (vi) nilai
tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika (USD).
Penetapan
angka-angka keenam unsur diatas memegang peranan yang sangat penting
dalam penyusunan APBN. Hasil penetapannya disebut sebagai asum-asumsi
dasar penyusunan RAPBN. Penetapan angka asumsi ini dilaksanakan oleh
suatu tim yang terdiri dari wakil-wakil dari Bank Indonesia, Departemen
Keuangan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kantor
Menteri Koordinator Perekonomian, dan Badan Pusat Statistik, yang
bersidang secara rutin untuk membahas dan menentukan angka asumsi.
Angka-angka asumsi yang dihasilkan oleh tim ini selanjutnya dipakai
sebagai dasar untuk menyusun RAPBN. Perlu diketahui bahwa angka-angka
yang tertera ini masih berupa usulan dari pihak eksekutif (pemerintah)
kepada pihak legislatif (DPR).
Selanjutnya
RAPBN ini disampaikan oleh Presiden kepada DPR dalam suatu sidang
paripurna yang merupakan awal dari proses pembahasan RAPBN antara
pemerintah dan DPR. Tentunya perubahan terhadap angka asumsi RAPBN
sangat mungkin terjadi selama berlangsungnya proses pembahasan antara
Pemerintah dan DPR. Perubahan ini mencerminkan banyak hal diantaranya
(i) Pemerintah dan DPR bertanggungjawab terhadap keputusan penetapan
angka-angka asumsi dalam APBN; (ii) angka asumsi ditetapkan berdasarkan
pertimbangan ekonomi dan politik; dan (iii) terjadi pergeseran secara
riil status APBN, dari “milik pemerintah” menjadi “milik publik”.
Sesudah
RAPBN disetujui oleh DPR, RAPBN kemudian ditetapkan menjadi APBN
melalui Undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui
Rancangan Undang-undang APBN, Pemerintah Pusat dapat melakukan
pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran
sebelumnya.
Agar
pelaksanaa APBN sesuai dengan rencana, maka dikeluarkan Keputusan
Presiden tentang pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Keputusan Presiden tersebut terutama menyangkut hal-hal yang belum
dirinci di dalam undang-undang APBN, seperti alokasi anggaran untuk
kantor pusat dan kantor daerah kementerian negara/lembaga, pembayaran
gaji dalam belanja pegawai, dan pembayaran untuk tunggakan yang menjadi
beban kementerian negara/lembaga. Selain itu, penuangan dimaksud
meliputi pula alokasi dana perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota dan
alokasi subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/badan yang menerima.
6. Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara
Salah
satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan
pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip
tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah
yang telah diterima secara umum.
Laporan
pertanggung-jawaban pelaksanaan APBN/APBD disampaikan berupa laporan
keuangan yang setidak-tidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran,
neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun
sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Laporan keuangan pemerintah
pusat yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus
disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah
berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan, demikian pula laporan
keuangan pemerintah daerah yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa
Keuangan harus disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya 6 (enam)
bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.
B. Sumber Penerimaan Dan Pengeluaran Negara
Secara
garis besar APBN terdiri dari 5 (lima) komponen utama yaitu (i)
Pendapatan Negara dan Hibah; (ii) Belanja Negara; (iii) Keseimbangan
Primer; (iv) Surplus/Defisit Anggaran; dan (v) Pembiayaan. Format APBN
secara lebih rinci adalah sebagai berikut :
I. Pendapatan Negara dan Hibah
a. Penerimaan Dalam Negeri
- Penerimaan Perpajakan
- Penerimaan Negara Bukan Pajak
b. Hibah
II. Belanja Negara
A. Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
- Pengeluaran Rutin
- Pengeluaran Pembangunan
B. Anggaran Belanja Untuk Daerah
- Dana Perimbangan
- Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang
III. Keseimbangan Primer
IV. Surplus/Defisit Anggaran
V. Pembiayaan
A. Pembiayaan Dalam Negeri
B. Pembiayaan Luar Negeri
Sebagaimana
terlihat dalam lampiran APBN Tahun 2004 dan RAPBN 2005 di Tabel 2.1
menunjukkan adanya kelompok rincian penerimaan (pendapatan) dan kelompok
rincian pengeluaran (belanja) negara.
A. Sumber Penerimaan
Sumber
penerimaan Pendapatan Negara adalah semua penerimaan Negara yang
berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan Negara bukan pajak, serta
penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri
I. Penerimaan Dalam Negeri
Penerimaan
dalam negeri adalah semua penerimaan yang diterima negara dalam bentuk
Penerimaan Perpajakan dan Penerimaan Bukan Pajak. Berdasarkan
asumsi-asumsi ekonomi makro, Pendapatan negara dan hibah direncanakan
akan mencapai Rp 377,886.3 miliar rupiah atau naik Rp 28 triliun (8
persen) dari tahun 2004. Secara lebih rinci sebgai berikut :
1.
Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari
pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Penerimaan ini
durencanakan mencapai jumlah 297.510,0 miliar rupiah.
a.
Peneriaan Pajak Dalam Negeri sebesar 285.147,3 miliar rupiah
yang berasal dari Pajak penghasilan (Migas dan Non Migas), Pajak
pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, BPHTB ( Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan), Cukai dan Pajak lainnya.
b.
Pajak Perdagangan Internasional mencapai jumlah 12.362,7 miliar
yang berasal dari Bea masuk dan Pajak/pungutan ekspor
2.
Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah semua penerimaan yang
diterima Negara dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam, bagian
pemerintah atas laba badan usaha milik Negara, dan penerimaan Negara
bukan pajak lainnya. Penerimaan Bukan Pajak ini direncanakan mencapai
jumlah 79.626,3 miliar rupiah meliputi
a. Penerimaan SDA (Migas dan Non Migas) 50.941,4 miliar.
b. Bagian Laba BUMN mencapai 9.424,0 miliar rupiah, dan
c. PNBP lainnya sebesar 19.260,9 miliar rupaih.
II. Hibah
Penerimaan
hibah adalah semua penerimaan Negara yang berasal dari sumbangan swasta
dalam negeri, dan sumbangan lembaga swasta dan pemerintah luar negeri
termasuk lembaga Internasional. Penerimaan Hibah ini tidak perlu
dikembalikan. Hibah meliputi pemberian untuk proyek khusus dan untuk
mendukung anggaran secara umum. Hibah dalam bentuk peralatan, barang,
dan bantuan teknis, misalnya biasanya tidak dimasukkan dalam anggaran
tetapi dicatat dalam item memorandum. Dari tabel 2.1 dapat kita lihat
bahwa jumlah hibah dapat direalisir untuk APBN tahun 2003 sebesar 750,0
miliar rupiah
Jika
kita perhatikan, Sumber penerimaan negara yang berasal dari penerimaan
perpajakan mencapai Rp 297,510 miliar rupiah atau 78,7 persen dan
penerimaan bukan pajak Rp 79,626,3 miliar rupiah atau 21,1 persen dari
seluruh penerimaan negara.
B. Pengeluaran Negara
Pengeluaran
atau belanja negara adalah semua pengeluaran Negara untuk membiayai
belanja pemerintah pusat dan belanja untuk daerah.
I. Belanja Pemerintah Pusat
Belanja
pemerintah Pusat ini direncanakan mencapai jumlah 264.877,3 miliar
rupiah yang meliputi Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal,
Pembayaran Bunga Utang, Subsidi, Belanja Hibah, Bantuan Sosial dan
Belanja Lain-lain.
Dari
keseluruhan anggaran belanja pemerintah pusat, sebesar Rp 264,877,3
miliar rupiah dialokasikan kepada sekitar 53 kementerian/lembaga. Dari
sejumlah kementerian/lembaga tersebut, prioritas pertama adalah
Kementerian Pertahanan dan Keamanan, kedua Pendidikan, ketiga Prasarana
Wilayah, keempat Kepolisian, dan kelima Kesehatan, sesuai dengan
prioritas kebijakan pembangunan nasional.
Belanja pegawai
Dalam
RAPBN 2005 alokasi untuk belanja pegawai adalah Rp 62.238,1 miliar
rupiah dan belanja barang adalah Rp 320.971,8 miliar rupiah. Anggaran
belanja pegawai dalam tahun 2005 direncanakan meningkat 3,9 persen
Belanja Modal
Disamping
itu, dalam rangka mendukung pembangunan nasional, dianggarkan belanja
modal Rp 42,7 triliun, yang berarti jumlahnya bertambah 8,6 persen dari
anggaran yang sama tahun 2004. Belanja modal tersebut akan dipergunakan
untuk kegiatan investasi sarana dan prasarana pembangunan, yaitu dalam
bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, serta
belanja modal fisik lainnya.
Pembayaran Bunga Utang
Selanjutnya,
pemerintah juga menganggarkan pembayaran bunga utang sebesar Rp
63.986,8 miliar rupiah, terdiri atas bunga utang dalam negeri Rp
38,844,5 miliar rupiah dan bunga utang luar negeri Rp 25,142,4 miliar
rupiah.
Subsidi
Subsidi
merupakan bentuk pengeluaran pemerintah yang mengakibatkan kenaikan
daya beli masyarakat. Peningkatan daya beli bisa terjadi melalui dua
hal, (i) harga barang/jasa yang dibayar masyarakat lebih rendah dari
yang seharusnya; dan (ii) penghasilan masyarakat meningkat karena tidak
perlu mengeluarkan uang untuk memperoleh suatu barang/jasa. Contoh,
pemberian subsidi pada Pertamina dimaksudkan agar harga jual bahan bakar
minyak (BBM) pada masyarakat lebih rendah dari biaya pengadaannya
sehingga sebagian dari penghasilan masyarakat yang seharusnya dipakai
untuk membayar konsumsi BBM dapat dipakai untuk keperluan lain.
Berdasarkan sifat subsidi yang meningkatkandaya beli masyarakat atau
seolah-olah menambah penghasilan, maka subsidi sering disebut sebagai
pajak negatif. Pengeluaran untuk subsidi selalu terkait dengan kebijakan
stabilisasi ekonomi yang ditempuh melalui pengendalian harga
barang-barang yang banyak dikonsumsi masyarakat atau dianggap merupakan
hajat hidup orang banyak. Bentuk-bentuk subsidi tersebut diantaranya
adalah (i) subsidi tariff listrik; (ii) subsidi BBM; (iii) subsidi
pupuk; (iv) subsidi harga benih; (v) subsidi pengadaan pangan pada Badan
Urusan Logistik (BULOG); (vi) subsidi bunga pada kredit program, dan
lain-lain.
Dalam
tahun 2005 dianggarkan subsidi BBM, listrik, pangan, pupuk, kredit
program, dan kepada BUMN pelaksana jasa layanan umum Rp 33,645,2 miliar
rupiah, yang menunjukkan peningkatan 26,3 persen dari anggarannya tahun
2004.
II. Belanja Daerah
Belanja
untuk daerah adalah semua pengeluaran Negara untuk membiayai dana
perimbangan, serta dana otonomi khusus dan dana penyesuaian.
Langkah-langkah kebijakan yang diusulkan tahun 2005 untuk belanja daera
direncanakan mencapai jumlah 129.901,2. miliar rupiah
1.
Dana perimbangan adalah semua pengeluaran Negara yang
dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas dana bagi hasil, dana
alokasi umum, dan dana alokasi khusus, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah. Dana Perimbangan ini yang direncanakan
mencapai 123.448,2 miliar rupiah.
Dana
bagi hasil (DBH) adalah bagian daerah atas penerimaan pajak bumi dan
bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan penerimaan
sumber daya alam
Dana
alokasi umum (DAU) adalah semua pengeluaran Negara yang dialokasikan
kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah
Dana
alokasi khusus (DAK) adalah semua pengeluaran Negara yang dialokasikan
kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan khusus
2.
Dana otonomi khusus dan dana penyesuaian adalah dana yang
dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah,
sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam, dan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, serta untuk penyesuaian kekurangan
dana alokasi umum untuk beberapa daerah. Dana Otonomi Khusus dan
Penyesuaian ini dialokasikan mencapai sebesar 6.453,0.
C. Surplus/Defisit Anggaran
Deifisit
anggaran merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi
APBN di saat angka belanjanya melebihi jumlah pendapatan. Terdapat empat
pilihan cara untuk mengukur defisit anggaran, yaitu :
1.
Defisit Konvensional adalah defisit yang dihitung berdasarkan
selisih antara total belanja dengan total pendapatan termasuk hibah.
2.
Defisit Moneter merupakan selisih antara total belanja
pemerintah (di luar pembayaran pokok hutang) dengan total pendapatan (di
luar penerimaan hutang).
3. Defisit Operasional Merupakan defisit moneter yang diukur dalam nilai riil dan bukan nilai nominal
4. Defisit Primer merupakan selisih antara belanja ( di luar pembayaran pokok dan bunga hutang) dengan total pendapatan.
Prospek
ekonomi Indonesia dalam tahun 2005 diperkirakan akan semakin membaik
dengan pertumbuhan ekonomi akan mencapai sebesar 5,4 persen, laju
inflasi sebesar 5,5 persen, nilai tukar rupiah rata-rata sebesar
Rp8.600/US$ dan tingkat suku bunga SBI - 3 bulan sekitar 6,5 persen per
tahun. Sementara itu, harga minyak internasional dan tingkat produksi
minyak Indonesia diperkirakan masing-masing sebesar US$24 per barel dan
1,125 juta barel per hari.
Dengan
asumsi tersebut, maka pendapatan negara dan hibah dalam RAPBN 2005
diperkirakan mencapai sebesar Rp 377,886,3 miliar rupiah (17,2 persen
PDB), sedangkan belanja negara diperkirakan mencapai sebesar Rp
394,778,5 miliar rupiah (18,0 persen PDB). Dengan demikian, defisit
anggaran diperkirakan sebesar Rp 16,892,2 miliar rupiah (0,8 persen
PDB).
E. Pembiayaan
Dalam
keadaan defisit tentunya diperlukan tambahan dana agar kegiatan yang
telah direncanakan tetap dapat dilaksanakan. Dana tersebut bisa berasal
dari dalam negeri maupun luar negeri. Upaya untuk menutup defisit
disebut sebagai pembiayaan defisit (deficit financing). Upaya ini dapat
dilakukan dalam berbagai bentuk misalnya (i) hutang; (ii) menjual asset
milik negara; dan (iii) memperoleh hibah.
Hutang
luar negeri pemerintah Indonesia merupakan pinjaman dari pihak-pihak
asing seperti (i) negara sahabat; (ii) lembaga internasional (IMF, World
Bank, ADB, dll); dan (iii) pihak lain yang bukan penduduk Indonesia.
Bentuk hutang yang diterima dapat berupa (i) dana; (ii) barang; dan
(iii) jasa. Berbentuk barang bila pemerintah membeli barang modal
ataupun peralatan perang yang dibayar secara kredit. Sedangkan bentuk
jasa sebagian besar berupa kehadiran tenaga ahli dari pihak kreditur
untuk memberikan jasa konsultasi pada bidang-bidang tertentu yang lebih
dikenal dengan Technical Assistance.
Berdasarkan
RAPBN tahun 2005 defisit anggaran akan mencapai sebesar Rp 16,892,2
miliar rupiah, defisit ini akan dibiayai dari sumber dalam negeri
sebesar Rp 37,085,8 miliar rupiah (1,7 persen PDB) dikurangi pembiayaan
luar negeri neto sebesar Rp 20,193,6 miliar rupiah (0,9 persen PDB).
C. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD)
Sesuai
dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara
sebagian kekuasaan Presiden tersebut diserahkan kepada Gubernur/
Bupati/Walikota selaku pengelola keuangan daerah. Untuk selanjutnya
Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
1. Pengertian APBD
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
2. Tujuan APBD
Tujuan
APBD adalah sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran dalam
melaksanakan kegiatan daerah untuk meningkatkan produksi dan kesempatan
kerja, dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran bagi
masyarakat daerah.
3. Fungsi APBD
Sebagaimana
fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, maka APBD berfungsi
sebagai otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan
stabilisasi.
4. Cara Penyusunan APBD
APBD
merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap
tahun dengan Peraturan Daerah. APBD terdiri atas anggaran
pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. Pendapatan daerah berasal
dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan
yang sah.
Sebagaimana penyusunan APBN, maka langkah-langkah penyusunan APBD adalah sebagai berikut :
Pemerintah
Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, disertai
penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu
pertama bulan Oktober tahun sebelumnya. Pengambilan keputusan oleh DPRD
mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan
selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan.
Sesudah
RAPBD disetujui oleh DPR, RAPBD kemudian ditetapkan menjadi APBD
melalui Peraturan daerah. Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan
Peraturan Daerah yang diajukan Pemerintah Daerah, maka untuk membiayai
keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran
setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya.
Setelah
APBD ditetapkan dengan peraturan daerah, pelaksanaannya dituangkan
lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota.
D. Pengaruh Apbn Dan Apbd Terhadap Perekonomian.
Dengan
APBN dan APBD, dapat diketahui arah, tujuan, serta prioritas
pembangunan yang akan dan sedang dilaksanakan. Dengan demikian,
peningkatan pembangunan sarana dan prasarana ekonomi juga akan
meningkatkan produktivitas faktor-faktor produksi. Peningkatan sumber
daya manusia yang dapat menerapkan teknologi tinggi dalam proses
produksi, sehingga hasil-hasil produksi semakin meningkat. Peningkatan
produksi yang tidak dikonsumsi akan meningkatkan tabungan masyarakat.
Akhirnya, peningkatan tabungan akan meningkatkan investasi sehingga
semakin banyak barang dan jasa yang tersedia bagi masyarakat.
E. Kebijakan Anggaran.
Penyusunan
Anggaran dilatarbelakangi oleh suatu kebijaksanaan tententu. Sebagai
contoh, misalnya sasaran-sasanan apakah yang hendak dicapai dengan APBN
Tahun 2004 atau Tahun 2005?. Sasaran APBN tidak lepas dan sasaran
kebijaksanaan keuangan pemerintah yang pada giirannya harus menunjang
sasaran pertumbuhan dan pembangunan ekonomi sebagaimana direncanakan
dalam pembangunan dan kestabilan moneter, perluasan kesempatan kerja,
pelayanan umum dan lain-lainnya yang menyangkut peningkatan
kesejahtenaan rakyat.
Sebelum
tahun 2001, prinsip APBN adalah anggaran berimbang dinamis, dimana
jumlah penerimaan negara selalu sama dengan pengeluaran negara, dan
jumlahnya diupayakan meningkat dari tahun ke tahun. Sejak tahun 2001
hingga sekarang, prinsip anggaran yang digunakan adalah anggaran
surplus/defisit.
Berbeda
dengan tahun-tahun sebelumnya, penyusunan RAPBN mulai tahun 2005 telah
menerapkan format baru yaitu Format Anggaran Terpadu (Unified Budget)
berdasarkan ketentuan yang ada dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara. Format baru tersebut merupakan sistem
penganggaran terpadu yang melebur anggaran rutin dan pembangunan dalam
satu format anggaran. Penggabungan belanja rutin (meliputi gaji,
pemeliharaan, perjalanan dinas, dan belanja barang) dengan belanja
pembangunan diharapkan mengurangi tumpang tindih alokasi.
Dalam upaya mewujudkan kesinambungan fiskal, maka langkah strategis yang akan dijalankan oleh Pemerintah, yaitu;
(i) menurunkan defisit APBN secara bertahap menuju kondisi seimbang atau surplus, dan
(ii) melakukan manajemen pembiayaan anggaran yang optimal, efisien, dan efektif.
Penurunan
defisit APBN dimaksudkan agar tambahan beban pembiayaan, yang terutama
berasal dari utang, dapat dikurangi sehingga secara bertahap rasio utang
Pemerintah terhadap PDB menjadi semakin berkurang.
Sementara
itu, pengelolaan pembiayaan anggaran lebih diutamakan kepada pembiayaan
dari utang dalam negeri dan luar negeri, dengan pengelolaan yang sesuai
kebijakan untuk menjaga kesinambungan fiskal, sedangkan penggunaan
rekening pemerintah di Bank Indonesia dan privatisasi BUMN yang
jumlahnya terbatas hanya bersifat sementara.
Sejalan
dengan itu, format dan struktur APBN berubah dari T-Account menjadi
I-Account. Format dan struktur I-account yang berlaku saat ini terdiri
atas (i) pendapatan negara dan hibah, (ii) belanja negara, dan (iii)
pembiayaan.
Konversi
belanja negara menurut klasifikasi ekonomi dari format lama ke format
baru disajikan dalam tabel belanja negara berikut ini
Kebijaksanaan
APBN mungkin berbeda-beda menurut kebijaksanaan umum yang dilaksanakan.
Mungkin kebijaksanaan APBN Indonesia tahun 2010, tidak perlu lagi
didasarkan atas asas berimbang dan dinamis. Hal itu, sekali lagi,
tergantung pada kebijaksanaan umum yang meliputi perkembangan politik,
ekonoini dan sosial budaya.
F. Macam Kebijakan Anggaran
Sebagaimana pembahasan terdahulu, Kebijakan anggaran dapat dilakukan dengan cara anggaran berimbang, surplus, dan defisit.
Kebijaksanaan
dalam penyusunan APBN maupun APBD di dasarkan pada asas anggaran
berimbang (balance budget). Anggaran berimbang artinya bahwa semua
pengeluaran disusun berdasarkan pada penerimaan untuk mencapai
keseimbangan antara penerimaan dan pengeluaran. Penempatan asas
berimbang dalam kebijakan anggaran pada akhirnya akan mendapat kesamaan
jumlah antara penerimaan dan pengeluaran. Dengan kebijakan berimbang
diharaiikan kestabilan ekonomi dapat dipertahankan dan dapat
menghindarkan defisit. Selain kebijakan anggaran berimbang, dikenal pula
adanya anggaran surplus dan anggaran defisit.
Apabila
belanja lebih kecil daripada anggaran, disebut sebagai anggaran
surplus. Sebaliknya, apabila anggaran lebih kecil daripada pengeluaran
atau pengeluaran lebih besar daripada anggaran, disebut anggaran
defisit. Masing-masing kebijakan anggaran mempunyai kecenderungan
tersendiri. Pada sistem anggaran berimbang misalnya, perekonomian
cenderung berjalan stabil jika dibandingkan dengan kebijakan anggaran
defisit dan surplus.
Kebijakan
anggaran defisit cenderung mendorong timbulnya tingkat inflasi yang
lebih tinggi. Dengan ditempuhnya pencetakan uang untuk menutup defisit
berarti menambah jumlab uang yang beredar, dan selanjutnya akan
mendorong naiknya tingkat harga dan merosotnya nilai uang. Kalau keadaan
tersebut berlangsung terus-menerus maka inflasi dapat terjadi.
Kebijakan
anggaran surplus cenderung menimbulkan gejala deflasi. Surplus anggaran
dapat menimbulkan keadaan jumlah uang yang beredar semakin kecil, yang
pada akhirnya menyebabkan tingkat harga cenderung turun (gejala
deflasi).
Sebagaimana
pembahasan sebelumnya Kebijakan anggaran yang dianut di Indonesia
sebelum tahun 2001 menggunakan anggaran berimbang dinamis, dan sejak
tahun 2001 menggunakan kebijakan anggran surplus/defisit.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan anggaran sangat
mempengaruhi ekonomi suatu negara, dan berarti juga ikut mempengaruhi
tingkat kemakmuran negara melalui terciptanya stabilitas moneter.
Kelangsungan
anggaran negara menjadi isu penting di saat krisis ekonomi yang
menimbulkan kerusakan di berbagai bidang telah meningkatkan beban
belanja APBN dalam jumlah sangat besar. Tambahan beban tersebut meliputi
alokasi dana APBN untuk (i) pembayaran bunga program rekapitalisasi dan
restrukturisasi perbankan; (ii) pembiayaan program Jaring Pengaman
Sosial; dan (iii) membengkaknya kebutuhan anggaran untuk subsidi,
terutama subsidi BBM. Beban APBN juga bertambah berat sebagai akibat
anjloknya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing khususnya USD.
Oleh karenanya mempertahankan kelangsungan anggaran negara merupakan
salah satu hal yang mau tidak mau harus dilakukan oleh pemerintah,
terutama menghadapi tahun –tahun kedepan yang diprediksi akan menjadi
tahun yang berat bagi bangsa ini.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dari kepanjangan ini, APBD adalah suatu daftar yang secara sistematis memuat sumber-sumber penerimaan daerah dan alokasi pengeluaran daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Periode APBD sama dengan APBN, yaitu dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember. APBN dan APBD mempunyai fungsi yang sangat vital bagi Negara dan Daerah. Sebagai realisasi pelaksanaan pembangunan jangka pendek (1 tahun), pemerintah menetapkan APBN. Sedangkan, untuk pembangunan jangka pendek di daerah, ditetapkan APBD. Oleh karena itu, APBN dan APBD memunyai beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dari kepanjangan ini, APBD adalah suatu daftar yang secara sistematis memuat sumber-sumber penerimaan daerah dan alokasi pengeluaran daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Periode APBD sama dengan APBN, yaitu dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember. APBN dan APBD mempunyai fungsi yang sangat vital bagi Negara dan Daerah. Sebagai realisasi pelaksanaan pembangunan jangka pendek (1 tahun), pemerintah menetapkan APBN. Sedangkan, untuk pembangunan jangka pendek di daerah, ditetapkan APBD. Oleh karena itu, APBN dan APBD memunyai beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut:
- Fungsi Stabilisasi: Sebagai pedoman agar segala tindakan penerimaan dan pengeluaran keuangan Negara/daerah teratur dan terkendali, pemerintah pusat/daerah menetapkan APBN dan APBD. Dengan disusunnya APBN dan APBD, diharapkan pemerintah pusat dan daerah dapat menjaga kestabilan arus uang dan arus barang sehingga dapat mencegah terjadinya inflasi dan deflasi.
- Fungsi Alokasi: Dalam APBN dan APBD ditentukan besar anggaran pengeluaran di setiap bidang. Melalui APBN dan APBD pula, dapat diketahui sasaran dan prioritas pembangunan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan daerah dalam tahun anggaran bersangkutan.
- Fungsi Distribusi: Pendapatan Negara dan daerah yang dihimpun dari berbagai sumber penerimaan akan digunakan kembali untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara/daerah di berbagai sektor pembangunan dan departemen.
- Fungsi Regulasi: Sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi dan pengendali tingkat inflasi, pemerintah pusat/daerah menetapkan APBN/APBD. Hal ini disebabkan jumlah pengeluaran dan penerimaan pemerintah digunakan untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi Negara dan masyarakat. Besar dan kecilnya alokasi dana APBN dan APBD yang digunakan berpengaruh terhadap pengendalian inflasi.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut